Sabtu, 06 April 2013

Makalah Kebudayaan Islam




1.     KONSEP KEBUDAYAAN DALAM ISLAM
Menurut ahli budaya, kata kebudayaan merupakan gabungan dari 2 kata, yaitu budi dan daya. Budi mengandung makna akal, pikiran, paham, pendapat, ikhitar, perasaan. Daya mengandung makna tenaga, kekuatan, kesanggupan. Jadi kebudayaan adalah kumpulan segala usaha dan upaya manusia yang di kerjakan dengan mempergunakan hasil pendapat budi untuk memperbaiki kesempurnaan hidup.
Al-Qur’an memandang kebudayaan itu sebagai suatu proses, dan meletakan kebudayaan sebagai eksistensi hidup manusia. Kebudayaan merupakan suatu totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal hati dan tubuh yang menyatu dalam suatu perbuatan. Oleh karena itu secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya manusia. Ia tidak mungkin terlepas dari nilai – nilai kemanusiaan, namun bisa jadi lepas dari nilai – nilai Ketuhanan.
Kebudayaan Islam berlandaskan pada nilai – nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal manusia untuk berkiprah dan berkembang. Hasil akal, budi rasa, dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai – nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang jadi semua peradapan.
=============================================================================
2. PRINSIP – PRINSIP KEBUDAYAAN ISLAM
Islam, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.
seperti ; kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam ,
Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang.
Ketiga : Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.
Seperti, budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat bali.
================================================================================

3. SEJARAH INTELEKTUAL UMAT ISLAM

Diskusi sains dan Islam ada baiknya dimulai dari satu peristiwa monumental yang menandai lahirnya sains modern, yakni Revolusi Ilmiah pada abad ke 17 di Eropa Barat yang menjadi “cikal bakal” munculnya sains moderns sebagai sistem pengetahuan “universal.”
Dalam historiografi sains, salah satu pertanyaan besar yang selalu menjadi daya tarik adalah: Mengapa Revolusi Ilmiah tersebut tidak terjadi di peradaban Islam yang mengalami masa kejayaan berabad-abad sebelum bangsa Eropa membangun sistem pengetahuan mereka?
Sekarang mari kita menengok ke sejarah yang lebih awal tentang peradaban Islam dan sistem pengetahuan yang dibangunnya. Catatan A.I. Sabra dapat kita jadikan salah satu pegangan untuk melihat kontribusi peradaban Islam dalam sains. Dalam pengamatannya, peradaban Islam memang mengimpor tradisi intelektual dari peradaban Yunani Klasik. Tetapi proses ini tidak dilakukan begitu saja secara pasif, melainkan dilakukan melalui proses appropriation atau penyesuaian dengan nilai-nilai Islam. Dengan demikian peradaban Islam mampu mengambil, mengolah, dan memproduksi suatu sistem pengetahuan yang baru, unik, dan terpadu yang tidak tidak pernah ada sebelumnya.
Ada dua hal yang dicatat Sabra sebagai kontribusi signifikan peradaban Islam dalam sains. Pertama adalah dalam tingkat pemikiran ilmiah yang diilhami oleh kebutuhan dalam sistem kepercayaan Islam. Penentuan arah kiblat secara akurat adalah salah satu hasil dari konjungsi ini. Kedua dalam tingkat institusionalisasi sains. Sabra merujuk pada empat institusi penting bagi perkembamgan sains yang pertama kali muncul dalam peradaban Islam, yaitu rumah sakit, perpustakaan umum, sekolah tinggi, dan observatorium astronomi. Semua kemajuan yang dicapai ini dimungkinkan oleh dukungan dari penguasa pada waktu itu dalam bentuk pendanaan dan penghargaan terhadap tradisi ilmiah.
Lalu mengapa sains dalam peradaban Islam tidak berhasil mempertahankan kontinyuitasnya, gagal mencapai titik Revolusi Ilmiah, dan justru mengalami penurunan? Salah satu tesis yang menarik datang dari Aydin Sadili. Seperti dijelaskan di atas bahwa keunikan sains dalam Islam adalah masuknya unsur agama dalam sistem pengetahuan. Tetapi, menurut Sadili, disini jugalah penyebab kegagalan peradaban Islam mencapai Revolusi Ilmiah. Dalam asumsi Sadili, tradisi intelektual Yunani Klasik yang diwarisi oleh peradaban Islam baru dapat menghasilkan kemajuan ilmiah jika terjadi proses rekonsiliasi dengan kekuatan agama. Rekonsiliasi antara sains dan agama tersebut terjadi di peradaban Eropa, tetapi tidak terjadi di peradaban Islam.


4. MASJID SEBAGAI PUSAT PERADABAN ISLAM

a.) Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Proses menuju ke arah pemberdayaan umat dimulai dengan pendidikan dan pemberian pelatihan-pelatihan. Masjid seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai tempat berlangsungnya proses pemberdayaan tersebut, bahkan sebagai pusat pembelajaran umat, baik dalam bentuk pengajian, pengkajian, seminar dan diskusi maupun pelatihan-pelatihan keterampilan, dengan peserta minimal jamaah disekitarnya.

b.) Pusat Perekonomian Umat
Soko guru perekonomian Indonesia katanya koperasi, namun pada kenyataannya justru koperasi menjadi barang yang tidak laku. tidak ada salahnya bila masjid mengambil alih peran sebagai koperasi yang membawa dampak positif bagi umat di lingkungannya. Bila konsep koperasi digabungkan dengan konsep perdagangan ala pusat-pusat pembelanjaan yang diminati karena terjangkaunya harga barang, dan dikelola secara professional oleh dewan pengurus maka masjid akan dapat memakmurkan jamaahnya. Sehingga akhirnya jamaahnya pun akan memakmurkan masjidnya.

c.) Pusat Penjaringan Potensi Umat
Masjid dengan jamaah yang selalu hadir HANYA sekedar untuk menggugurkan kewajibannya terhadap Tuhan bisa saja mencapai puluhan, ratusan bahkan ribuan orang jumlahnya. Masjid dengan jamaah yang selalu hadir sekedar untuk menggugurkan kewajibannya terhadap Tuhan bisa saja mencapai puluhan, ratusan bahkan ribuan orang jumlahnya. Dari berbagai macam usia, beraneka profesi dan tingkat (strata) baik ekonomi maupun intelektual, bahkan sebagai tempat berlangsungnya akulturasi budaya secara santun.

d.) Pusat Ke-Pustakaan
Perintah pertama Tuhan kepada Nabi terakhir adalah "Membaca", dan sudah sepatutnya kaum muslim gemar membaca dalam pengertian konseptual maupun kontekstual. Maka dengan sendirinya hampir menjadi kemutlakkan bila masjid memiliki perpustakaan sendiri.


5. NILAI – NILAI BUDAYA DALAM ISLAM


Di zaman modern, ada satu fenomena yang menarik untuk kita simak bersama yaitu semangat dan pemahaman sebagian generasi muda umat Islam khususnya Mahasiswa PTU dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam. Mereka berpandangan bahwa Islam yang benar adalah segala sesuatu yang ditampilkan oleh Nabi Muhammad Saw. Secara utuh termasuk nilai-nilai budaya Arabnya. Kita sepakat bahwa Nabi Muhammad Saw. Itu adalah Rasul Allah. Kita tahu Islam itu lebih dari beliau, dan yang menginkari kerasulannya adalah kafir.


Nabi Muhammad Saw. Adalah seorang Rasul Allah dan harus diingat bahwa beliau adalah orang Arab. Dalam kajian budaya sudah barang tentu apa yang ditampilkan dalam perilaku kehidupannya terdapat nilai-nilai budaya lokal. Sedangkan nilai-nilai Islam itu bersifat universal. Maka dari itu sangat dimungkingkan apa yang dicontoh oleh Nabi dalam hal mu’amalah ada nuansa-nuansa budaya yang dapat kita aktualisasikan dala kehidupn modern dan disesuaikan dengan muatan budaya lokal masing-masing. Contohnya dalam cara berpakaian dan cara makan. Dalam ajaran Islam sendiri meniru budaya satu kaum boleh-boleh saja sepanjang tidak bertengtangan dengan nilai-nilai dasar Islam. Apalagi yang ditirunya adalah panutan suci Nabi Muhammad Saw, namun yang tidak boleh adalah menganggap bahwa nilai-nilai budaya Arabnya dipandang sebagai ajaran Islam.


Dalam perkembangan dakwah Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh para Wali di tanah jawa. Karena kehebatan para wali Allah dalam mengemas ajaran Islam dengan bahasa budaya setempat, sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari hari mereka.


===========================================================================



PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

Tidak ada komentar: